Keputusan
itu akhirnya saya dapatkan. Kembali menjadi guru kelas 1 di tahun pelajaran
depan. Hm… bertemu dengan warga baru di sekolahku. Yang masih imut, lucu, dan
malu-malu karena masih harus beradaptasi dengan lingkungan barunya, sekolah,
guru, dan teman.
Wah,
kira-kira mampu tidak ya kembali di kelas 1 ? Sedikit deg-degan juga. Setahun
dengan anak-anak di kelas 2 yang bisa dibilang lebih stabil untuk kemandirian
maupun emosinya, di titik tertentu membuat tantangan tersendiri ketika harus
kembali di kelas 1. Ah, pasti bisa. Itu kata teman guru saya. Toh sudah pernah
di kelas 1 dulu. Hm…
Kelas
baru, murid baru, situasi baru, kurikulum baru, sistem baru, memang cocok
menjadi ajang menambah pengetahuan. Pasti seru. Banyak cerita dan pengalaman
yang akan terjadi. Banyak bahan pula untuk ditulis di blog nantinya hehehehehe.
Namun
masih ada saja yang mengganjal di pikiran saya, PR yang masih saja belum bisa tertuntaskan
secara maksimal. Padahal pekerjaan rumah itu sudah saya dapatkan hampir tiga
tahun silam. Tapi ternyata belum juga bisa saya selesaikan. Meski sesungguhnya,
kalau boleh berterus terang, saya sudah ‘lebih lumayan’ daripada ketika awal
menjadi guru di sekolah ini. Sudah tidak serius terus wajahnya. Hehehehhe,
sedikit curhat jadinya.
Sudah
bisa menebak PR yang belum saya tuntaskan ? Ya, benar. Berwajah lebih santai
dan tersenyum. Tidak selalu serius terus. Smile every day. 365 senyum dalam
satu tahun. Menjadi guru di anak usia dini harus terlihat selalu tersenyum agar
mereka tidak takut. Agar mereka lebih mudah beradaptasi dan nyaman dengan kita.
Saya
sepakat dengan pemikiran di atas. Senyum sangat penting. Namun menuntaskan
tugas tersebut dengan maksimal perlu pula perjuangan ekstra dari saya pribadi.
Termangu siang itu di ruang tengah sambil memikirkan tentang wajah yang selalu
tersenyum, tak sengaja di sebuah stasiun televisi inspirasi Indonesia ada
ulasan singkat tentang mesin pendeteksi senyum di Jepang (ah, negara yang
selalu inovatif dan mengagumkan ini).
Di
sebuah perusahaan kereta api, semua pegawai sebelum mulai bekerja, wajib
mendeteksi senyuman mereka di sebuah mesin. Akan terlihat apakah senyum mereka
sudah maksimal atau belum. Bila belum, aka nada tips yang bisa digunakan untuk
membuat senyuman lebih baik. Baru bila senyuman mereka dinyatakan ‘bagus’ oleh si
mesin, para pegawai itu diijinkan untuk memulai aktivitasnya. Berdasarkan
survey perusahaan, cara ini cukup efektif membuat para pengguna layanan kereta
api puas dengan pelayanan pegawai kereta api yang terlihat lebih ramah dan
mudah tersenyum.
Menarik
bukan ? Andai mesin senyum itu ada di Indonesia. Ada di sekolah saya. Akan
sangat membantu sekali hehehehehe. Tetap semangat. Mari selalu tersenyum.
Memulai hari dengan senyum. Menanggapi hal sedih, konyol, kadang di luar batas
pun dengan senyum. Senyum yang mendamaikan tentunya. Senyum penyemangat dan
dari hati bukan sekedar sebagai penghias wajah saja. Selamat tersenyum. Semoga
dunia menjadi lebih tenteram dengan banyaknya senyuman di wajah-wajah kafilah
bumi ini.
No comments:
Post a Comment