Pages

Sunday 12 February 2012

Mom and Dad - You are My Inspiration #1

berdiskusi dengan teman
“Wa…jadi ibu ? Aduduh!”

“Bu, aku protes ! Jadi anak saja. Jadi ibu banyak tugasnya!”

“Bu Erna nih, ada-ada saja.”

Heboh. Itulah sebagian reaksi anak-anak perempuan ketika saya membagi mereka ke dalam beberapa kelompok. Rencananya mereka akan bermain peran mengenai peran dalam keluarga.

Untuk anak laki-laki sebaliknya. Sama heboh namun mereka malah berebut menjadi ayah, tidak mau menjadi anak. Semua anak angkat tangan mengusulkan dirinya sendiri menjadi ayah.

“Aku yang jadi ayah saja,bu! Badanku kan besar!”



“Aku mau jadi ayah. Aku,bu!”

Walau tetap ada yang memilih menjadi anak dengan alasan lebih enak sebab kerjanya cuma bermain.

Secara teori, anak-anak telah memahami akan peran anggota keluarga masing-masing seperti apa tugas ayah, apa tugas ibu, apa tugas anak. Mereka lebih melihat kepada apa yang orang tuanya masing-masing lakukan. Bukan sebatas kepada buku pegangan. Jadi bagi setiap anak di kelas saya, peran anggota keluarganya bisa berbeda-beda tergantung apa yang dilihatnya di rumah.

Ketika mereka mendiskusikan peran anggota keluarga dalam kelompok, maka banyak hal berbeda yang ditemui. Di keluarga si A ternyata yang memasak adalah ayahnya, bukan ibunya, padahal di keluarga si C, semua urusan rumah adalah tanggung jawab ibunya. Ketika mereka ada dalam satu kelompok, maka harus ada kesepakatan lagi.

Apalagi mereka harus memerankannya di depan kelas. Bertemu di satu kelompok kemudian menyamakan persepsi pasti pembelajaran tersendiri bagi anak-anak. Berdebat dan mencari solusi khas mereka. Meskipun di awal banyak anak-anak yang protes dengan peran yang diembannya, namun akhirnya mereka pun melakukan tugasnya dengan semangat.

Ada anak yang kebetulan berperan menjadi ayah menghampiri saya sambil memegang kepala.”Aduh bu, pusing! Ibu dan  anaknya bertengkar! Boleh ga memarahi mereka? Aku kan yang jadi ayah?” tanyanya sambil menunjuk teman kelompoknya yang kebetulan akan memerankan sebagai ibu dan anak. Melihat temannya mengadu ke saya, teman yang ditunjuk hanya tertawa sebab mereka sebenarnya tidak sedang benar-benar bertengkar. “Hanya praktik saat mendampingi anak belajar bu. Susah ternyata.”

Ada lagi anak yang kebetulan berperan menjadi ibu dan mengatakan sulit ternyata jadi ibu. Tugasnya banyak. Belum kalau anaknya bandel. Pasti capai sekali. Lalu ada anak yang biasanya selalu mengambil duduk selalu di depan, saat duduk sesuai dengan kelompok peran, dia memilih di belakang. “Kalau ayah harus di belakang untuk mengawasi keluarganya”, katanya. Hm…menarik bukan?

Mereka ini masih latihan bermain peran. Belum memeragakan sesungguhnya di depan kelas. Mereka cukup menjiwai dan memaknai perannya. Sesuai dengan apa yang dilihatnya sehari-hari di rumah. Bukan sesuai dengan buku. Anak-anak adalah pengamat dan peniru ulung. Terutama anak-anak usia perkembangan. Apa yang mereka lihat sehari-hari akan sangat melekat pada ingatannnya.

Ayah dan ibu di rumah adalah contoh yang selalu dilihat anak-anak setiap hari. Apa yang dilakukan ayah dan ibu adalah apa yang ditiru oleh mereka. Seperti ketika anak-anak belajar memahami tentang peran dalam keluarganya dan memerankannya di sekolah. Mereka akan mencontoh apa yang biasa dilakukan orang tuanya. Baik itu yang baik atau yang buruk. Ayah dan ibu adalah inspirasi di usia perkembangan mereka. Bila inspirasi itu begitu melekat kepada anak-anak di usia perkembangan mereka, mengapa tidak kita memberi inspirasi yang mendidik ? Kelak, mereka pun akan melakukan sesuatu hal positif karena inspirasi dari apa yang kita lakukan. Menakjubkan pastinya, juga membanggakan.

Namun, seperti apa ya nanti jadinya drama keluarga mereka ? Ah, tunggu minggu depan saja deh.Pasti seru dan banyak kejutan !

No comments:

Post a Comment