Pages

Sunday 12 June 2011

Buah Jatuh Tak Jauh Dari Pohonnya

Di kelas setiap pukul sembilan pagi adalah waktu memperhatikan aneka menu bekal murid-murid saya. Waktu mereka untuk makan dan bermain. Ragam makanan cukup bervariasi. Namun saya melihat ada beberapa anak yang selalu membawa menu yang sama. Ada satu anak yang selalu membawa bekal masakan kreasi kolonel tua.
kesehatan.kompasiana.com/makanan/2010/07/12/

Ketika saya tanya alasannya, dia mengatakan suka. Orang tuanya ketika saya konfirmasikan kondisi ini pun mengatakan anaknya bisa dan mau makan lahap bila makan makanan dari dapur pak kolonel. Makanan dengan menu berbeda kerap hanya dua tiga suap kemudian ditolaknya. Melihat kondisi ini dan keinginan melihat anaknya mau makan, maka mereka memutuskan untuk menuruti keinginan anaknya.


Kadang kala, sebagai orang tua, kita memang kerap menuruti keinginan anak daripada ribet mendengar rengekannya meskipun tahu bahwa menu makanan tersebut tidak terlalu baik untuk pertumbuhan tubuh sebab kandungan nutrisi yang sedikit. Bagi beberapa orang tua,  mereka menyiasatinya dengan memberi makanan suplemen.

Namun apakah cukup hanya itu ?

Sering  kita hanya bisa marah dan jengkel kepada anak-anak  saat mereka tidak mau makan makanan sehat dan hanya mau yang manis atau gurih. Kita menyalahkan mereka. Kita tidak sadar bahwa sebenarnya kita, orang tualah (terutama ibu) yang menanamkan kecenderungan suka ini.

Pola makan anak dimulai sejak mereka ada dalam kandungan. Mereka belajar mengenal aneka rasa makanan melalui apa yang dimakan ibunya. Bila ketika mengandung, ibu suka sekali makan makanan yang manis-manis dan gurih (mengandung MSG), maka janinnya pun belajar mengenal dan menyukai makanan dengan rasa manis dan gurih. Ketika mereka lahir, melalui air susu ibu pula mereka belajar mengenal rasa makanan. Pola makan ibulah yang menentukan awal akan kecenderungan pola makan seorang anak.

Antara memberitakan hasil penelitian para ahli di Universitas Adelaide tentang kecenderungan pola makan ini. Mereka mengunakan tikus sebagai percobaan. Satu kelompok tikus diberi makanan biasa untuk tikus dan kelompok yang lain diberi makanan ’junk food’.  Ketika tikus-tikus itu melahirkan dan anak-anaknya disapih untuk memilih makanan, maka mereka memilih makanan yang sama dengan yang dimakan induknya selama ini.

Hal ini membuktikan bahwa kesalahan pada pola makan anak bukan melulu kesalahan anak sendiri. Orang tua memiliki peran untuk ini. Kegemaran akan makanan cepat saji dengan alasan modern, gaul, kosmopolit atau yang lainnya sebaiknya dikaji ulang. Juga makanan dengan kadar gula, garam, dan pengawet tinggi. Sebab hasil penelitian pun menuliskan bahwa kegemaran akan makanan-makanan tersebut mampu merusak perkembangan otak pada anak. Kerusakan permanen meskipun mungkin waktu yang dibutuhkan untuk merusak itu cukup lama.

Mari sejenak kita intropeksi diri ketika memarahi anak-anak yang lebih menyukai makanan ’junk food’ rendah nutrisi dan berkadar gula garam tinggi. Jangan mengharapkan anak-anak kita lebih memilih sayuran dan buah bila pola makan kita sendiri amburadul. Yakinlah bahwa anak-anak kita tidak apa-apa kok bila ketika masih dalam kandungan tidak mengenal es krim red mango, donut J.co, pizza, ayam kolonel, mie instant atau sederet makanan sejenis. Semoga kita bisa menjadi orang tua terbaik bagi mereka.





No comments:

Post a Comment