Pages

Sunday 15 May 2011

Makhluk Sosial yang Lepas Dalam Genggaman


Sepotong cuilan roti saya tusuk. Sambil melihat sekitar, saya menikmati roti itu dalam kuyahan pelan. Hm... banyak pengunjung yang juga lapar seperti saya. Lebih banyak lagi yang berlalu-lalang  di batas luar tempat saya makan. Entah itu sendirian, berduaan, atau rombongan.  Aneka warna dan gaya menempel pada mereka.
@bingkisanjiwa.wordpress.com

Sepuluh menit di restoran siap saji, saya menemukan banyak perilaku yang hampir sama dilakukan oleh hampir semua orang. Mereka sibuk dengan telefon genggam yang ada di tangannya. Entah menelfon, sms, atau juga bersukaria dalam jejaring sosial atau berselancar di dunia maya.


Sebenarnya hampir di semua tempat saya melihat banyak orang sibuk dengan telefon genggamnya. Di stasiun kereta, di dalam angkot, di rumah makan, di bandara dan juga di halaman rumah. Kotak kecil ajaib yang telah memerangkap dunia dalam sebuah genggaman itu seakan menghipnotis semua orang. Tidak terbatas pada satu kelompok saja. Semuanya. Entah itu yang berpenghasilan sempit, sedang, atau longgar. Jumlah pengguna telefon genggam di Indonesia termasuk yang paling banyak di dunia.

Tidak perlu memang dipermasalahkan mengapa kok orang di negeri ini menyukai handphone. Semua orang berhak memiliki alasan masing-masing. Hanya ketika handphone  sudah menguasai dalam semua sendi kehidupan kita, itulah yang perlu kita waspadai.

Seorang teman pernah sangat tertekan saat telefon genggamnya rusak. Dunia seakan lepas dalam genggamannya. Seharian hanya mondar-mandir kebingungan dan duduk termenung. ”Tanpa telefon genggam, saya tidak bisa apa-apa.” Waw, setergantung itukah ? Apakah tidak bisa disiasati dengan menggunakan telefon rumah bila memang harus bertelefon ? Kita manusia adalah makhluk unik yang mampu mensiasati kondisi apapun bukan ?

Teman yang lain pernah karena jenuhnya dengan semua aktivitas yang berkaitan dengan telefon genggam, memutuskan berpisah dengannya selama dua hari. ”Ah, menyenangkan rasanya tidak mendengar bunyi sms dan dering panggilan masuk. Bebas tidak menggenggam telefon kemana-mana. Satu hal yang penting, aku bisa melihat duniaku sebenarnya lebih jelas.”

Apa yang baru saja dikatakan teman saya tentang melihat dunia lebih jelas bukanlah mengada-ada. Bukan bualan semata. Maksud kata-katanya adalah dia lebih santai dan bisa bertegur sapa dengan orang-orang di sekelilingnya. Saling bertukar cerita dengan orang di sampingnya ketika sedang menunggu kereta misalnya atau mengamati gaya lalu lalang orang. Dunia di sekelilingnya juga terperhatikan dengan baik. Dia baru sadar kalau ada toko roti yang selalu menebarkan bau harum roti di sudut jalan masuk rumahnya. Atau juga pedagang buah yang selalu buka pukul tujuh pagi dan seorang tetangganya yang baru saja melahirkan.

Apapun cerita tentang alat komunikasi ajaib ini, seyogyanya kita tidaklah terperangkap dalam ketergantungan yang akut. Keberadaan teknologi berguna untuk membantu kita, bukan membebani kita. Apakah ketika dunia dalam genggaman, membuat kita melupakan bahwa kita juga makhluk sosial, yang selalu membutuhkan orang lain yang pasti nyata di sekitar kita ?




1 comment: