Pages

Sunday 10 April 2011

Bahagia dan Cara Pandang Kita


sports-et-loisirs.fr

Beberapa minggu yang lalu setiap pulang dari bekerja, saya merasakan suntuk akut. Selesai mandi, makan, saya kerap terlena untuk segera merebahkan diri. Tidak ada aktivitas selain bermalas-malasan dengan tiduran atau duduk di depan kotak yang memunculkan aneka gambar cepat silih berganti. Membaca pun hanya yang ringan saja. Malas membuat dahi ini berkerut hanya karena harus berpikir tentang sesuatu yang saya baca. Malas semuanya tanpa gangguan. Apalagi sampai saat ini saya hidup sendiri di kos yang pasti tidak ada yang menggugat pada setiap hal yang saya lakukan.  

Namun kemudian saya mengalami kejenuhan dengan kondisi malas ini. Ada yang keliru, begitu pikir saya. Saya begitu mudah tertekan meski hanya dengan persoalan remeh sekalipun. Saya mudah pula larut dengan situasi. Mulai terjadi percik-percik pemberontakan pertanyaan di dalam hati saya. Membuat saya risau. Membuat saya gelisah.

Sebuah email dari grup mailist yang saya ikuti memberikan sebuah titik terang. Tentang bahagia yang bukan menjadi tujuan hidup. Namun bahagia adalah cara kita menyikapi hidup. Bila yang kita cari di dunia adalah bahagia, mungkin kita tidak akan pernah mendapatkannya. Bukan karena kita tidak menemuinya, namun kadang kita tidak sadar bahwa bahagia ada di sebelah kita, bersisian dengan keseharian kita. Bahagia adalah penemuan sederhana yang hanya memerlukan hati kita untuk menemukannya dan penggubahan cara pandang kita melihat sebuah permasalahan.

Hampir sama dengan masukan orang terdekat yang kerap menjadi tempat penumpahan uneg-uneg meskipun dengan cara berbeda. Segala sesuatu tergantung dari cara pandang kita.

Saya teringat seorang teman yang mengatakan bahwa dia hanya akan bisa bahagia kalau benar-benar impiannya belajar ke luar negeri tercapai. Sah-sah saja memang memiliki mimpi itu dan memang harus. Hanya yang perlu kita ingat adalah kebahagiaan tidak sesempit itu, kebahagiaan bisa sangat luas. Bisa berbahagia sambil berusaha meraih mimpi, mengapa tidak ?

Teman saya yang lain memutuskan kebahagiaannya akan terjadi bila dia menikah dengan pujaannya. Andai memang bisa menikah tidak akan masalah, namun bila yang terjadi sebaliknya. Apakah pintu bahagia tertutup baginya ? Apakah kesedihan mewarnai di semua sisa hidupnya?

Sedih bahagia, kaya miskin, cukup atau kurang, semua adalah tergantung dari persepsi kita masing-masing.  

Kembali ke aktivitas malas yang membuat saya mudah sekali merasa tertekan, saya mencoba merenunginya. Saya coba meletakkan semua persoalan di pekerjaan saya ketika pulang. Saya melakukan sesuatu yang saya sukai. Apa saja. Membaca komik dan manga (kegemaran sejak kecil namun melekat sampai sekarang), membaca kembali buku-buku menarik, menulis, dan meluangkan waktu untuk orang-orang di dekat saya.

Merasakan kembali dunia lebih cerah dan bersahabat. Tidak ada yang mudah memang di bawah matahari namun bukan berarti tidak bisa kita atasi.





No comments:

Post a Comment